AKUNTANSI
INFLASI
PENDAHULUAN
Akuntansi
konvensional cenderung menggunakan nilai nominal yang konstan. Nilai yang
tercantum di dalam laporan keuangan merupakan nilai perolehan yang dari tahun
ke tahun nilainya sama. Sedangkan pada keadaan yang sebenarnya, terjadi
perubahan nilai uang. Sehingga angka yang disajikan dalam laporan keuangan akan
terjadi overestimate. Untuk itu perlu diterapkan akuntansi inflasi. Akuntansi
inflasi adalah cara untuk menyesuaikan
nilai yang ada di dalam laporan keuangan dengan indeks harga.
PENGERTIAN INFLASI
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat
atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi
juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu
peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang
dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika
proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab
meningkatnya harga.
AKUN TANSI INFLASI
Menurut Drs. Ainun Na’im, Ak,
pengertian Akuntansi Inflasi adalah sebagai berikut :
“merupakan suatu proses data
akuntansi untuk menghasilkan informasi yang telah memperhitungkan
perubahan-perubahan tingkat perubahan harga, sehingga informasi yang
menunjukkan ukuran satuan mata uang dengan tingkat harga yang berlaku.” Tujuan
dari Akuntansi Inflasi adalah :
Untuk mengukur kinerja suatu
perusahaan dan memungkinkan setiap orang yang tertarik untuk mengukur
jumlah,waktu,dan kemungkinan arus kas masa depan.
Akuntansi Inflasi merupakan sutu
metode untuk mengkoreksi,dengan menyatakan kembali sepenuhnya laporan keuangan
berdasarkan harga perolehan historis kedalam suatu cara yang mencerminkan
perubahan daya beli mata uang yang diukur dengan menggunakan angka
indeks.akuntansi inflasi bukan sebagai pengganti akuntansi konvensional yang
telah ada,namun merupajan informasi tambahan bagi para pemakainya.
Dalam akuntansi inflasi, yang perlu
diperhatikan adalah perbedaan indeks harga umum dan indeks harga spesifik.
Indeks harga umum adalah peningkatan harga secara umum. Dimana harga barang-barang
naik secara keseluruhan. Sedangkan indeks harga spesifik adalah perubahan harga
secara spesifik atau khusus. Indeks harga spesifik terjadi karena adanya
perubahan selera dan teknologi. Sedangkan akuntansi iflasi terjadi karena
adanya perubahan harga umum, bukan karena harga khusus. Misalnya perubahan
harga computer naik karena adanya perubahan teknologi atau teknologi yang ada di dalam suatu computer tersebut
semakin maju, hal ini yang dimaksud dengan perubahan harga spesifik. Hal ini
bukan merupakan akuntansi inflasi. Lain halnya apabila harga computer naik
tetapi tidak ada perubahan atau kemajuan teknologi atau peningkatan selera,
maka inilah yang dimaksud dengan perubahan harga umum. Hal inilah yang dimaksud
dengan inflasi.
Selain memperhatikan indeks harga
umum dan spesifik, yang perlu diperhatikan adalah atribut pengukuran atau
penilaian dengan skala pengukuran. Atribut penilaian menurut SFAC no 5 ada tiga
macam, yaitu historical cost, current cost atau replacement cost dan net
realizable value atau harga jual atau current market.
a. Historical cost
Dalam historical cost nominal yang
ada disesuaikan dengan daya beli. Misalnya nilai Rp 1.000 disesuaikan dengan
angka indeks yang menunjukkan 120. Jadi (120/100) x Rp 1.000.
b. Current cost
Dalam current cost disesuaikan dengan nominal.
Current cost berhubungan dengan peningkatan harga secara spesifik atau karena
selera, teknologi dan indeks harga khusus. Misalnya berapa harga beli laptop
yang dibeli 5 tahun lalu dengan harga beli laptop yang sama sekarang.
c. Net Realizable Value
Dalam net realizable value, akun non
moneter seperti asset disesuaikan dengan rupiah daya beli. Moneter sudah
merepresentasikan daya beli seperti kas dan piutang.
Sedangkan skala pengukurannya menggunakan
rupiah nominal dan rupiah daya beli. Rupiah nominal adalah nilai nominal yang
terdapat dalam kas atau setara kas. Sedangkan rupiah daya beli adalah nilai
tukar atau kemampuan daya beli dari kas atau setara kas tersebut. Misalnya uang
Rp 1000 pada tahun 2010 dapat ditukar dengan 10 bungkus permen. Sedangkan di
tahun 2013 uang Rp 1000 hanya dapat ditukar dengan 7 bungkus permen. Jadi dalam
hal ini, rupiah daya beli uang tersebut menurun. Dalam akuntansi konvensional
mengasumsikan nilai rupiah konstan. Artinya nilai rupiah dari tahun ke tahun
tetap. Sehingga dapat berakibat overestimate terhadap nilai harta. Sedangkan
akuntansi inflasi mengatasi dampak perubahan harga tersebut. Namun keunggulan
akuntansi konvensional adalah objektif dan datanya dapat diandalkan atau
terandalkan. Dampak rupiah daya beli terhadap
a.
Moneter : dampak untung atau rugi daya beli tidak tampak tetapi melekat dalam
asset. Misalnya hutang 15 tahun kalau inflasi di tahun ke 15 justru utang
tersebut dapat terjadi untung. Dalam kondisi inflasi, menahan set moneter akan
timbul kerugian. Sedangkan hutang akan menimbulkan keuuntungan.
b.
Non moneter : dampak untung atau rugi penahanan disebut sebagai holding gain
atau loss dapat terlihat. Contohnya investasi asset seperti saham jangka
panjang harga tidak naik, tetapi mempunyai 1000 lembar saham nominal Rp 1000,
senilai Rp 1.000.000. Nilai Rp1.000.000 sekarang dengan 5 tahun kemudian
berbeda, walaupun lembar saham yang dimiliki dan nilai nominal saham tidak
berubah. Makan hal ini akan timbul rugi penahanan.
Drs. Ainun Na’im, Ak “Akuntansi Inflasi”
Oleh : Anita Kurniawati
(20110420296) Kelas D